Langsung ke konten utama

Postingan

Membangun Pilar Ekonomi untuk Dakwah Muhammadiyah

..   "... Pemilik kebun menjawab, “Bila kamu berkata demikian, sesunggunya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini (sebagai modal mengelola kebun).” Hadits Riwayat Muslim Kalimat di atas adalah bagian dari terjemahan hadits panjang yang diceritakan Abu Hurairah ra. tentang air hujan yang turun di atas tanah berbatu lalu mengalir melalui parit ke sebuah kebun. Kebun itu ternyata milik seorang laki-laki yang selalu bersedekah dengan sepertiga hartanya. Terlihat bagaimana barokah Allah tidak pernah salah sasaran. Bersedekah dengan sepertiga jumlah harta? Kita juga akan teringat dengan kisah berfastabiqul khairat-nya Abu Bakar dan Umar saat Perang Tabuk. Umar menyerahkan separuh hartanya, sedangkan Abu Bakar ketika ditanya apa yang disisakan untuk keluarganya, ia menjawab “Aku menyisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.” Membangun Kekuatan Ekonomi Muham
Postingan terbaru

Muhammadiyah, Matahari untuk Kaum Miskin

Djadi seolah-olah dasarnja pertolongan daripada Moehammadijah b/g PKO itoe soeatoe soember (mata air) pertolongan jang djernih lagi bersih, terletak di seboeah tempat jang bisa didatangi oleh segala orang tidak memandang bangsa dan Agama. (Penggalan dari asas Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) yang didirikan pada 1923) Oleh : Eko Triyanto Said Tuhuleley, seorang kader Muhammadiyah yang lama berkecimpung di bidang pemberdayaan masyarakat menguraikan pandangannya tentang pasang surut fokus Muhammadiyah dalam menyantuni kaum miskin. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, Kyai Dahlan ingin agar ajaran Islam yang terkandung dalam Surat Al Maun benar-benar diamalkan secara nyata oleh para muridnya. “1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.” Saat seorang murid mengungkapkan kenapa pelajaran tentang surat Al Maun diulang-ulang padahal mereka sudah paham, Kyai Dahlan mel